Selalu Ada Makna

Manusia, makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh sang Maha Kuasa (1) . Namun tak pernah sempuna melakukan pejalanannya di muka bumi ini. Manusia dengan segala keterbatasan yang selalu menginginkan kesempurnaan, menuntut alam semesta bejalan sesuai eskspektasinya, lalu menyalahkan 
walaupun demikian bukan berarti 

Sumber : Pinterest

Tak elok rasanya kita hidup di bumi namun tak pernah merfleksikan diri atas hal yang telah kita lakukan dan kita alami, banyak hal yang perlu kita refleksikan, dimulai dari pola keimanan yang masih naik turun dan bahkan kata "turun" yang sering mendominasi. Alur hidup dan pilihan yang sering kali salah, karena ambisi untuk mendapatkan validasi. Emosional yang terkadang sulit dikontrol, keegoisan yang sering menjadi pilihan. Dan perbuatan "dosa" yang tanpa sadar sering dicatat oleh malaikat, dan bahkan terkadang kita pun sadar dalam melakukannya. Namun sering kali kalimat "wajar, namanya juga manusia pasti banyak khilafnya" dijadikan alasan dan tameng atas perbuatan dosa kita. Dan mungkin masih banyak lagi hal yang kurang baik dalam diri kita....
Pertanyaannya mau sampai kapan kita akan seperti ini terus?, Dunia sudah tua kan ya? Orang tua semakin hari semakin berumur, kita pun sama semakin hari semakin mendekatkan kita pada kematian (agak serem ya tapi inilah fakta), seharusnya semakin hari kita semakin dewasa, bukan hanya umur tapi pikiran juga. Menanti-nanti rencana baik untuk berubah juga bukan pilihan yang baik. So! Kalo tidak sekarang mau kapan?, hidup kan tentang perjalanan kalo banyak hal yang dinanti- nanti yang ada keburu finish (wkwk).

Memang perubahan itu ga bisa instan, apalagi ada teori "mie instan aja biar bisa disajikan butuh proses pemasakan dulu" apalagi ini menyangkut kehidupan yang berkaitan dengan habit dan karakter pasti perlu proses yang bisa dibilang gak gampang. Namun kembali lagi bahwa "perubahan" disini bukan terletak pada hasilnya tapi terletak pada Prosesnya (dibold biar jelas wkwk). Ya karena biasanya kalo kita fokus ke hasil dan pengen instan otomatis prosesnya juga instan (karena terlalu memaksakan), alhasil belum lama dari itu pasti kumat lagi ke setelan pabrik (wkwk). 

Kita kembali lagi ke "proses perubahan". Prosesnya disini terletak pada habit kita/keseharian kita. Apakah kita bisa menyelipkan perubahan" kecil pada habit kita?! karena perubahan kecil ini yang akan membentuk kita (sepele si tapi ngaruh). Sepele kaya gini kalo bagi saya cukup sulit si, karena butuh sinkronisasi antara hati dan pikiran/nalar. Hah maksudnya gimana? Jadi dalam prosesnya bukan hanya niat (hati) yang penting tapi pikiran juga, kalo disederhanakan niat itu tujuan, pikiran itu jalan. Peran pikiran disini bekerja sebagai pengingat kita dalam merealisasikan tujuan kita. Contohnya kita yang asalnya suka menggibah ingin berubah menjadi lebih bijak (alias tidak menggibah). Tujuan kita kan menjadi lebih bijak, maka peran pikiran disini bertugas untuk selalu mengingatkan kita akan tujuan tersebut, jadi ketika kita mau menggibah atau mungkin ada yang mengajak, pikiran kita otomatis langsung merespon (menangkal). Mungkin gambaran dialognya seperti ini; ketika sedang berkumpul dengan teman, tiba-tiba terbesit niat"ehh kayanya kondisinya mendukung nih kalo kita ngomongin tetangga yang kemarin hits karena kasus perselingkuhannya"

Pikiran : "eh tapi kan saya udah punya tujuan agar lebih bijak, ngapain juga ya ngabisin waktu untuk hal yang ga penting, apalagi dalam agama "menggibah" kan dosa". Nah respon pikiran yang selalu mengingatkan inilah yang akan menciptakan dan membentuk perubahan-perubahan kecil tersebut. Intinya untuk dapat merealisasikan hal tersebut butuh pikiran yang konsisten dan prinsip yang teguh.

Kita kembali lagi ke point permasalahan yang ada pada diri kita (termasuk saya pribadi sii wkwk). Permasalahan pertama yaitu menegenai iman yang sering naik turun, bahkan cenderung "turun iman" yang mendominasi. Untuk masalah ini saya juga gak bisa berkutik, karena memang naik turunnya iman itu wajar (apalagi orang awam seperti kita). Namun hal penting yang perlu kita ketahui bahwa batas wajar turunnya iman adalah "tidak mengerjakan amalan-amalan yang sunnah" yang biasanya kita amalkan, dan "tidak meninggalkan kewajiban" (itu adalah batas wajarnya). Misalkan biasanya sebelum dan setelah solat fardhu kita sering melakukan salat sunnah rawatib, suatu ketika iman kita sedang turun terus kita hanya melaksanakan salat wajibnya saja (nah hal ini batas wajar turunnya iman). Jadi ga ada pembelaan "wajar turunnya iman" atas bolongnya shalat wajib atau amalan wajib lainnya, karena hal itu tidak bisa dibilang turunnya iman tapi penyimpangan! (bold lagi wkwk).

Kenapa saya menjadikan hal yang bersifat spiritual/keagamaan menjadi point pertama, karena hubungan kita dengan yang maha kuasa menjadi kunci atas perubahan kita. Mungkin sudah tidak heran lagi dengan quote "perbaiki sholatmu maka Allah akan memperbaiki hidupmu", saya sangat amat percaya dengan konsep hidup dari quote ini, bukan karena saya seorang yang agamis, tapi karena saya sendiri pun sering mengalaminya. Ketika kita dekat dengan yang maha kuasa, maka ketenangan jiwa akan tercipta (mungkin karena ada genggaman dari yang maha kuasa:>), bukan hanya jiwa tapi pikiran pun semakin tenang/rileks, dan hal ini yang akan menentukan respon kita ketika masalah hidup datang. Jadi ketika kita mengalami masalah kecil atau besar ketika pembawaan kita tenang semuanya akan terasa tenang dan ringan. Karena menurut saya (subjektif) Hidup tenang diciptakan bukan karena keadaan tapi karena respon yang kita berikan di setiap keadaan.


Disclaimer!
Tulisan ini tentunya masih absurd (karena bukan seorang penulis apalagi pujangga), hanya manusia yang menuangkan isi pikirannya ke dalam bentuk tulisan (bukan karya). Tentunya tulisan ini bersifat subjektif, tujuannya hanya sebagai self reminder saja!, bahwa yang tertuang dalam tulisan pernah menjadi pengalaman dan pernah singgah dipikiran (maklum manusia yang banyak khilafnya wkwk). 

Terima kasih telah membaca tulisan ini, sampai bertemu di tulisan selanjutnya;)

Komentar

Postingan Populer