Kendali dan Ekspektasi

 Sebelum bergelut dengan tugas yang kian menumpuk, alangkah lebih baiknya kita bercengkrama terlebih dahulu dengan kata dan makna.

Situasi dan keadaan yang tak pernah lupa untuk dipanjatkan, yang berharap selalu membersamai setiap aktivitas yang dilakukan, di tengah-tengah rancunya kehidupan. Antara kebahagian dan ketenangan yang kedunya sama-sama menjadi tujuan.

Dikala dewasa ini ternyata yang kita butuhkan hanyalah ketenangan. Ketenangan dalam setiap situasi dan kondisi, khususnya situasi dan kondisi yang tidak tenang. Seiring dengan bertambahnya usia maka bertambah pula urusan, masalah dan beban kita, itulah kedewasaan. Dewasa menurut psikologi adalah perubahan fisik, kognitif, dan emosional. Berbicara tentang emosi/emosional pasti tidak sedikit dari kita yang langsung menyimpulkan emosi adalah perasaan dan sikap kita ketika "marah yang menggebu-gebu" (termasuk saya wkwk). Padahal sebenarnya dan secara sederhananya emosional adalah suatu bentuk reaksi terhadap peristiwa atau tindakan tertentu (mengutip dari kuparan). Pengendalian emosional yang baik mencerminkan karakter kedewasaan seseorang, kepintaran dalam hal emosional lebih penting dari kepintaran yang lainnya. Semakin baik pengendalian emosional sesorang maka semakin tenang pula hidupnya. Karena hal ini pula bagian dari mindset stoicism.

Terkadang situasi menjadi faktor fundamental sesorang untuk mengekspresikan perasaannya (emosional). dilihat dari sifatnya emosional terbagi menjadi dua; yaitu positif, contohnya rasa senang, dan negatif contohnya amarah (ini hanya bagian dari salah satu contoh) . Seseorang bisa dikategorikan mempunyai "kecerdasan emosional" ketika emosional positif lebih mendominasi hidupnya dibanding emosional negatif. 

Kecerdasan emosional sangat dibutuhkan ketika seseorang sedang dilanda kekecewaan. kenapa harus kekecewaan?, karena kita berbicara kedewasaan, dan proses menjadi "dewasa" pastinya dipenuhi segala bentuk kekecewaan. tertatih menghadapi kekecewaan maka akan terlatih menjadi kedewasaan. 

Berkaca pada diri sendiri, kekecewaan yang sering melanda itu didominasi oleh ekspektasi sendiri. entah ekspektasi terhadap diri sendiri, orang lain, masa depan, atau hal-hal kecil yang mengelilingi hidup kita. Sangat menyakitkan memang ketika berurusan dengan ekspektasi (bahkan sakitnya melebihi sakitnya jatuh dari pohon toge wkwk). Satu kunci yang menjadi solusi untuk tidak kecewa terhadap keadaan karena ekspektasi ya dengan tidak berekspektasi. 

Menekankan untuk tidak berekspetasi bukan berarti jangan berekspetasi. Karena pada dasarnya "ekspektasi" sendiri bukan suatu hal yang negatif bahkan bisa dibilang positif, karena ekspektasi sendiri dapat menjadi stimulus kita untuk berusaha maksimal agar ekspektasi itu bisa terealisasi. Tapi kembali lagi pada orangnya. Yang jadi permasalahnnya adalah ekspektasi bisa jadi hal yang negatif ketika itu tidak disandingkan dengan usaha yang sepadan dengan ekspektasi itu sendiri (agak mumet ya wkwk). Dan hal ini yang mendominasi hidup kita, ekspektasi yang tidak dibarengi dengan usaha yang maksimal. Jadi jika kita berekspektasi maka pastikan usaha kita juga sepadan dengan ekspektasi itu sendiri.

Lantas bagaimana ketika eskpektasi dan usaha telah sepadan tapi hasil yang kita dapatkan malah kekecewaan. Nah disinilah kecerdasan emosional dibutuhkan. Kita kembali dikotomi kendali yang ada di part 2, Bahwa hasil bukan bagian dari kendali kita, yang menjadi kendali kita hanyalah usaha. Sehingga ketika kita mempunyai mindset ini kemungkinan besar fokus kita akan tertuju pada usaha, sehingga usaha pun akan maksimal dan ketika maksimal kemungkinan besar harapan (ekspektasi) akan tercapai. "Kemungkinan besar" bukan berarti pasti! dibalik 'kemungkinan besar' masih ada 'kemungkinan kecil' yang mungkin saja terjadi. Intinya adalah dalam setiap usaha yang kita lakukan semaksimal dan seperfek apapun tetap akan ada celah untuk mengecewakan. Maka dari itu berikan ruang untuk ikhlas atas apa yang akan terjadi nanti, agar kehidupan kita tidak didominasi oleh kekecewaan (apalagi sampai berlarut-larut). Percayakan bahwa semua yang terjadi memang yang terbaik, tidak ada suatu hal yang terjadi tanpa adanya hikmah. Jika hari ini gagal dan mengecewakan bukan berarti dikemudian hari juga akan berbuah sama. Kedudukannya akan tetap sama, segala yang kita usahakan akan ada dua kemungkinan hasil yang akan kita dapatkan, dan itu bersandingan antara keberhasilan & kegagalan. Ketika hal itu bisa kita terapkan maka kehidupan kita akan dipenuhi oleh ketenangan. 

"Karena sejatinya ketenangan itu tidak diciptakan oleh situasi dan kondisi tapi oleh kita sendiri".

Bukan hanya dari segi proses yang kita usahakan saja, masih banyak hal yang akan mendistraksi hidup kita. Contohnya (yang saya highlight) adalah pencapaian orang lain (bold biar jelas wkwk). Terkadang kita sering terdistraksi atas pencapaian orang lain, bahkan pada akhirnya malah membandingkan dengan pencapaian kita sendiri. Kok bisa ya orang lain sepesat itu? Sedang gw masih stuck disini, kok bisa ya dia ada dititik itu? Sedangkan gw masih di titik ini, kenapasih orang lain bisa berhasil?, kok gw engga! padahal kita kan sama-sama makan nasi, waktu pun sama-sama 24 jam (kira-kira seperti itu pertanyaan yang sering ada dipikiran kita ketika melihat pencapaian orang lain yang begitu pesat). 

Yaa memang benar kita sama-sama makan nasi & sama-sama punya waktu 24 jam dalam 1 hari, 7 hari dalam 1 minggu dan 4 minggu dalam 1 bulan (ya kadang lebih 2 hari wkwk) dst. Tetapi jangan karena kita tercipta sebagai manusia yang sama lantas melupakan hal-hal yang berbeda yang padahal menjadi hal yang fundamental atas pencapaian yang berbeda-beda. Kita dilahirkan dari orang tua yang berbeda, latar belakang yang berbeda, lingkungan yang berbeda, start yang berbeda, karakter yang berbeda, & Proses yang berbeda. Perbedaan inilah yang menjadikan pencapaian setiap orang itu berbeda-beda. Lantas mengapa dari perbedaan itu kita menginginkan hasil yang sama?!, padahal sejatinya kita kan mempunya tujuan yang berbeda pula?!. Tapi inilah hidup seakan-seakan harus berkompetisi dan harus memenangkan kompetisi. 

Pentingnya merubah orientasi, bahwa sejatinya kita hanya berkompetisi dengan diri kita sendiri. Berkompetisi dengan kemalasan kemarin, berkompetisi dengan dengan kegagalan kemaren, berkompetisi dengan kesalahan-kesalahan yang pernah kita buat kemarin. Maka dari itu pastikan bahwa hari ini lebih baik dari kemarin dan pastikan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Inilah bagian dari prinsip ketenangan hidup, kita hanya perlu fokus memperbaiki kualitas diri, menjadi orang yang berhasil menciptakan perubahan yang lebih positif lagi. Sejatinya Inilah pencapaian yang paling penting dalam hidup.

Satu hal lagi yang perlu tanamkan dalam diri kita yaitu jangan jadikan proses orang lain menjadi standar proses kita, jangan menjadi orang kedua dalam sebuah peran. Oleh karena itu jadilah orang pertama, kamu dan ciri khas mu:).


Disclaimer!

Tulisan ini tentunya masih absurd (karena bukan ditulis oleh seorang penulis), hanya manusia biasa yang menuangkan isi pikirannya ke dalam bentuk tulisan (bukan karya). Tentunya tulisan ini bersifat subjektif, tujuannya hanya sebagai self reminder saja!, bahwa yang tertuang dalam tulisan pernah menjadi pengalaman dan pernah singgah dipikiran (maklum manusia yang banyak khilafnya wkwk). 


Sampai jumpa di tulisan absurd berikutnya>>

Tertulis; Minggu, 12 Mei 2024

Oleh; Mila Sumiati

Komentar

Postingan Populer